gemar mengarung luas samudra
menerjang ombak tiada takut
menempuh badai sudah biasa
angin bertiup layar terkembang
ombak berdebur di tepi pantai
pemuda b'rani bangkit sekarang
ke laut kita beramai-ramai
demikian cuplikan lagu nenek moyang yang sering kita dengar sejak dari masa kanak-kanak, seakan kita di doktrin bahwa kita merupakan negara kepulauan dimana nenek moyang kita merupakan seorang pelaut handal yang gagah berani demi mendapatkan hasil laut untuk menghidupi keluarga.
namun semakin kita besar semakin kita sadar, ternyata lagu hanya sekedar sebuah lagu, sebuah nyanyian pengantar kita tidur saat kita masih kecil..
disaat kita telah "melihat dunia" barulah kita sadar bahwa negara kita bukanlah sebuah negara maritim yang sebenarnya.
mengapa demikian?
betul negara kita merupakan negara kepulauan, namun negara kita tidak sebenar-benarnya memanfaatkan hasil laut negeri kita yang sangat berlimpah, bahkan negara lain pun sangat iri dengan kekayaan negeri kita, kekeyaan sumberdaya alam kita, baik sumber daya laut maupun sumber daya darat.
Pemimpin kita seperti tidak memiliki arah pembangunan yang baik, apakah hanya sebuah sikap latah saja yang dilakukan oleh pemimpin kita?
atau bahkan sangat tertinggal langkah pemimpin kita dalam memandang sebuah prospek dan sebuah kebijakan?
disaat negara lainn telah merubah kebijakannya, kita malah baru mengikuti kebijakan pembangunan yang telah ditinggalkan oleh negara lain..
tidak bisa kah negara kita menjadi sebuah negara yang kreatif dan mandiri memanfaatkan segala sumber daya alam kita yang sangat melimpah ruah ini?
atau karena bangsa kita malas untuk bekerja keras sehingga memberikan segala kemudahan bagi perusahaan asing untuk mengeksploitasi segala sumberdaya negara kita, dan negara kita hanya diberi imbalan (bagi hasil ) yang sangat kecil?
ya cukuplah curhatan kecil dari saya mengenai kebijakan pemerintah kita yang salah kaprah.
kembali ke judul tulisan saya diatas, DINAMIKA DUNIA PENGELOLAAN LINGKUNGAN INDUSTRI.
mengapa saya tertarik untuk menulis judul tersebut, karena saya sekarang benar-benar sedang stuck dalam mengerjakan sebuah dokumen pengelolaan lingkungan sebuah pabrik.
stuck karena pemrakarsa / clien / pemilik pabrik yang sangat tidak kooperatif. dimana pihak pemrakarsa (demikian saja kita sebutkan) sangat sulit sekali memberikan data-data terkait mengenai industrinya.
hampir satu tahun saya meminta data dari pihak pemrakarsa, namun sampai detik ini saya masih belum mendapatkan update data terbaru dari kegiatan industri mereka.
hanya bermodal kan dokumen UKL -UPL lama saja saya mulai mengerjakan dokumen ini, dan yang namanya updating dokumen, tentu saja harus di update dengan data-data terbaru pula, ijin ijin yang telah diperpanjang pula.
setelah saya pelajari dokumen UKL-UPL yang lama ini, terdapat sebuah keganjilan, mengapa terdapat sebuah selisih antara luas bangunan dengna luas tanah yang tersedia.
pada tabel penggunaan lahan disebutkan bahwa lahan total lahan yang dimiliki pabrik X adalah 39.000 m2, dengan luas bangunan adalah 38.000 m2, dan Ruang terbuka Hijau (RTH) adalah 1000 m2.
dokumen tersebut harus diperpanjang karena telah melewati batas waktu, yaitu habis pada tahun 2010, dan adanya penambahan bangunan produksi.
berdasarkan siteplan yang ada, diketahui bahwa luas bangunan baru adalah 1500 m2..
jeng jeng jeng disini dapat diketahui bahwa terdapat selisih 500 m2, dan belum ditambah dengan adanya bangunan baru lagi yaitu sebuah instalasi pengolahan air limbah dengna luas lebih kurang 1000 m2,.
jadi total selisih lahan adalah 1500 m2.
namun yang membuat saya heran adalah, siteplan yang saya lihat sama dengan siteplan yang ada di UKL-UPL lama.
lahan tempat pembangunan bangunan baru tersebut awalnya adalah RTH,
mengapa hal ini bisa lolos dari pengamatan konsultan lingkungan yang menyusun dokumen UKL -UPL ini?
saya yang bergerak di dunia konsultan lingkungan menjadi sedikit geram dengan konsultan lingkungan yang seperti ini, hanya memikirkan segera selesainya pekerjaan, tanpa memikirkan detail dari pekerjaan dia.
mengapa seliish lahan yang cukup besar tersebut sampai lolos? apakah dia tidak menyadari atau memang mengikuti keinginan pemrakarsa yang terkadang memang berusaha menyembunyikan data?
karena saya beberapa kali seirng menemui pemrakarsa yang demikian, mereka berusaha menyembunyikan dat, dan berharap lolos dari pengamatan konsultan lingkungan. meski kita dibayar oleh pemrakarsa untuk membuatkan mereka sebuah dokumen, namun kita jangan sampai melacurkan ilmu pengetahuan kita, background pendidikan kita (nasehat salah satu dosen saya dahulu).
kelucuan dan kelicikan dari pemrakarsa itu banyak, dari mulai tidak mau menunjuukkan sertifikat tanah seluruhnya, karena dengan alasan masih berupa akta jual beli, dan mereka tidak mau kalo AJb dimunculkan, karena takut dikejar oleh badan pertanahan untuk segera dibuat sertifikat menjadi hak guna bangunan atau sertifikat hak milik, saking lucunya sampai mereka berusaha mengelabui dengan membuat surat perjanjian peminjaman lahan. namun saya tidak bodoh dan tidak mau malu juga disat nanti presentasi di depan dinas-dinas terkait, karena di IMB tercantum nama perusahaan tersebut sebagai pemegang hak bangunan.
dan semakin lucunya adalah ada bangunan yang disewakan ke pihak ketiga.
kejadian lain disaat menyusun adalah, setelah presentasi / sidang di depan dinas-dinas terkait dan telah keluar surat rekomendasi, pemrakarsa memberikan sitelan baru dengan lay out yang sangat berbeda jauh dengan siteplan/layout awal presentasi
belum lagi dengan kebandelan pemrakarsa yang tidak mematuhi rekomendasi yang mengharus kan mengelola limbah, membuat sumur resapan, dan membuat lubang resapan biopori untuk mengurangi air larian.
namun tetap saja hal - hal tersebut lolos dari pengamatan badan lingkungan hidup daerah..
saya sebagai penyusun pun sampai heran, mengapa hal tersebut bisa begitu?
namun nasib hanya sebagai staff biasa, saya masih belum bisa berbuat hal yang lebih waaah.
saya hanya berusaha memaksimalkan dokumen yang saya buat sebaik mungkin, membuat rekomendais pengelolaan yang sebaik mungkin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar